Kamis, 06 Desember 2018

Arogansi Prabowo kepada Wartawan karena Tidak Meliput Reuni 212


Pers pada prinsipnya memiliki prinsip yang tak bisa dikekang dalam segi pemberitaan. Terkait pemberitaan reuni 212, tak ada kewajiban media untuk meliput aksi tersebut ataupun menempatkan berita reuni tersebut di bagian muka atau headline di media.
Sikap calon presiden nomor 02, Prabowo Subianto yang menyebut pers banyak berbohong dalam memberitakan Reuni Aksi 212 di Monas banyak disesalkan semua kalangan.
Cara Prabowo yang arogan itu bahkan telah menunjukkan cara berfikir yang kerdil dan memalukan, hal ini semakin membuktikan bahwa benih-benih otoriter mulai terlihat seperti era orde baru. Belum terpilih saja sudah seperti ini bagaimana nanti dirinya terpilih.
Kemarahan Prabowo pada media semakin memperjelas bahwa dirinya berkepentingan terhadap adanya reuni tersebut padahal bukan merupakan alumni ataupun panitia acara.
Ketidakhadiran media bisa jadi karena salah satu faktor pemboikotan oleh Gerindra yang seharusnya telah dipahami sejak awal oleh Prabowo.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin menyesalkan penyataan Prabowo. Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding menilai Prabowo tidak pantas menyampaikan hal itu, apalagi disertai emosi.
Terkait dengan tudingan pemberitaan Reuni Aksi 212 ada kebohongan, Karding mempertanyakan alasan Prabowo marah. Padahal, ia menyebut Prabowo bukan panitia aksi tersebut.
“Harusnya yang marah-marah itu panitia atau pesertanya kalau betul bahwa terjadi kebohongan, ketidakobjektifan,” ujarnya di Rumah Cemara, Jakarta, Rabu (5/2018).
Terkait kondisi pers saat ini, politisi PKB ini menilai sudah sangat demokratis. Ia melihat pers saat ini tidak dibredel saat membuat pemberitaan tentang pemerintah sepanjang berdasarkan kaidah jurnalistik.
“Nah, jadi menurut saya ini sesuatu yang sangat disayangkan karena seakan-akan pers ini satu lembaga yang merusak demokrasi dan lain sebagainya. Menurut saya ini tidak betul dan tidak pantas diucapkan oleh Pak Prabowo,” ujarnya.
“Dia tidak ada hubungannya marah-marah soal jumlah peserta dan sebagainya karena panitianya bukan Pak Prabowo.
Kalau dia marah-marah tidak mendapat peliputan yang cukup berarti sesungguhnya panitia utamanya adalah Pak Prabowo,” kata Karding.
Sementara itu, pengamat politik Boni Hargens menyebut, ucapan Prabowo yang menyebut media tak netral saat aksi reuni 212 adalah tindakan yang arogan.
Ia sendiri dituding tak memahami arti kebebasan.
Menurutnya, pers memiliki fatsun dan prinsip yang tak bisa ditabrak. “Kelompok di luar institusi pers adalah kelompok yang terluar dari pers.
Pun keputusan dari editorial pers adalah hak redaksional,” jelas Boni di Jakarta, Rabu (5/12). Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini menyebut Prabowo anti kebebasan pers.
Itu artinya, Prabowo tak paham soal kebebasan pers dimana media memiliki kewenangan untuk memberitakan sesuatu ataupun tidak. Ketika media dipaksa untuk meliput, sama saja telah membelenggu kebebasan pers.
Pers tidak lagi bebas karena dipaksa untuk meliput sebuah peristiwa. Di sisi lain, memberitakan apa yang diinginkan Prabowo sama saja membunuh kredibilitas media karena dianggap sebagai penyebar hoaks.
Anggapan angka jumlah peserta 11 juta tidak bisa dipertanggungjawabkan secara data. Kemarahan Prabowo kepada media memang saat ini tak berpengaruh apa-apa karena hanya seorang capres. Namun jika sampai Prabowo jadi presiden, kemarahannya kepada media bisa berdampak dan memberikan pengaruh karena sudah memiliki kekuasan. Dan ini menjadi sesuatu yang harus dihindari dan jangan sampai terjadi.
Sebelumnya, saat berpidato di acara puncak hari disabilitas Internasional, Prabowo mempersoalkan objektivitas media ketika meliput Reuni Aksi 212 di Monas. Dia menyebut jurnalis telah mengkhianati profesi dan menjadi antek pihak yang ingin menghancurkan Republik Indonesia.
Prabowo juga meminta masyarakat tak perlu lagi menghormati profesi jurnalis karena menurutnya pers sudah tak lagi objektif.
“Tidak usah, saya sarankan kalian tidak usah hormat sama mereka (wartawan) lagi. Mereka hanya anteknya orang yang ingin hancurkan republik Indonesia,” katanya.
Sementara, Karding mengaku telah melihat potongan video kejadian saat Prabowo menolak diwawancara. Ia menyaksikan Prabowo terlihat emosi dan mendorong kamera salah seorang pewarta yang hendak mewawancarainya.
“Saya terus terang prihatin bahwa statement ini tidak sepantasnya diucapkan, apalagi dengan nada emosi dan dorong-mendorong,” ucap Karding.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar