Jumat, 25 Januari 2019

ABB yang tidak Menandatangani Ikrar Setia kepada NKRI


Jakarta –  Pernyataan Menkumham RI, Yasonna H Laoly bahwa Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham sudah menyerahkan sejumlah dokumen agar dipenuhi ABB, namun ABB belum memenuhi sejumlah persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, salah satunya terkait ikrar setia pada NKRI.

Pemerintah telah meminta terpidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir segera menandatangani surat ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk bisa mendapatkan pembebasan bersyarat. Hal itu dinilai sebagai timbal balik kepada negara.

Nasib pembebasan Ba’asyir saat ini bergantung pada kesediaan dia menandatangani ikrar setia kepada pancasila yang sudah disodorkan pemerintah di atas secarik kertas.

“Teken saja suratnya, kan ini, teken saja, diteken saja surat pernyataannya. Tergantung beliau [Ba’asyir],” kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1).

Yasonna mengatakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham sudah menyerahkan sejumlah dokumen agar dipenuhi Ba’asyir.

Namun, kata Yasonna, Ba’asyir belum memenuhi sejumlah persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, salah satunya terkait ikrar setia pada NKRI.

Pihaknya tak bisa mengeluarkan keputusan bebas bersyarat jika mantan pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu tak bisa memenuhi syarat itu.

“Ya sudah, kalau memang belum kan kita tidak bisa melakukan apa-apa,” ujarnya.
Politikus PDIP itu menyatakan bahwa keputusan saat ini ada di tangan Ba’asyir untuk membuat surat ikrar pada NKRI. Yasonna meminta Ba’asyir maupun kuasa hukumnya tak ngotot agar memintapembebasan bersyarat tanpa ikrar kesetiaan itu .

“Jadi bagaimana kita memenuhinya. enggak bisa. Jangan kita ditabrakkan pada ketentuan. Nanti masih ada berapa puluh orang yang begitu, kan repot urusannya,” kata dia.

Senada, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan Baásyir harus mengakui NKRI jika ingin bebas bersayarat. Selain sebagai syarat, menurutnya, pengakuan terhadap NKRI dan Pancasila itu merupakan bentuk timbal balik Ba’asyir terhadap negara yang telah membebaskannya.

“Dia berkumpul dengan orang rumah, cucunya, anaknya di masa tuanya, itu kan harus ada timbal balik dong. Timbal balik kan bukan untuk presiden, untuk negara ini,” ujar Ryamizard di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/1).

Menurutnya, pengakuan terhadap NKRI dan Pancasila merupakan syarat menjadi warga negara Indonesia. Khususnya, kata dia, Pancasila yang merupakan pegangan hidup bangsa Indonesia.
Jika Pancasila diruntuhkan oleh terorisme, ia menyebut bangsa Indonesia juga akan turut hancur.

“Pancasila itu bukan agama, tapi alat pemersatu. Kalau kita mau meruntuhkan satu negara runtuhkan dulu ideologi nya. Nah ini kan akan meruntuhkan negara, bahaya dong tidak boleh,” ujarnya.

Nikmati Hari Tua

Selain pengakuan terhadap NKRI dan Pancasila, Ryamizard menuturkan Baásyir juga dituntut untuk membuat perjanjian tidak mengulangi perbuatannya melakukan tindakan terorisme, seperti melakukan atau mengajak orang lain melakukan teror.

Ia pun meminta Ba’asyir untuk menikmati masa tuanya bersama keluarga ketimbang terlibat dalam aktivitas terorisme.

“Kita kan sudah toleran, dia sudah tua, sudah lama di penjara. Dengan rasa kemanusiaan presiden biar saja dia di rumah dengan keluarganya, bukan mendoakan dia cepat sakit berat, tidak,” ujar Ryamizard.

Di sisi lain, Ryamizard meminta pendukung Ba’asyir lebih terbuka dalam menilai rencana pembebasan tersebut., terutama terkiat syarat pembebasan. Ia meminta pihak Baásyir turut memikirkan keluarga korban teror yang dilakukan Baásyir di masa lampau.

“Lihat semuanya korban lah, segala macam lah begitu. Udah baik misalnya dia dengan perjanjian itu. Luar biasa itu kan masuk diakal juga,” ujarnya.

Diketahui, pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Untuk pembebasan bersyarat narapidana terorisme diatur pada Pasal 84 aturan itu. Syarat-syarat yang tertuang dalam pasal tersebut di antaranya, bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Selain itu telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar: kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia.

Ba’asyir telah menjalani 2/3 hukuman pidananya pada pada 13 Desember 2018 lalu. Pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu masih menyisakan pidana 4 tahun 11 bulan 17 hari bila bebas murni. Ba’asyir baru bebas murni pada 24 Desember 2023.

Ba’asyir divonis 15 tahun penjara pada 2011 lalu karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh.



Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar