Sabtu, 27 Juli 2019

Pemerintah Minta Perguruan Tinggi Data Media Sosial Mahasiswa untuk Mencegah Radikalisme


Media sosial kerap dijadikan sebagai sarana komunikasi kelompok radikalisme dalam menjalankan aksinya. Sarana ini pula yang dijadikan jaringan terorisme untuk merekrut anggota baru. Hal ini pun menjadi momok menakutkan bagi Perguruan Tinggi sebab tak sedikit kampus dijadikan target kelompok radikalisme dengan menyusup melalui medsos.
Untuk mencegah radikalisme di kampus, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi meminta kepada perguruan tinggi untuk mendata media sosial para mahasiswa yang ada di kampus.
Tujuannya, jika ada mahasiswa yang terlibat dalam kelompok radikalisme seperti halnya bergabung dalam jaringan Al Qaidah, maka akan memudahkan pihak kampus melacak mahasiswa tersebut.
“Dipergunakan jika ada masalah ke depan terkait radikalisme dan intoleransi. Data akun media sosial akan digunakan untuk verifikasi,” kata Menristekdikti Mohamad Nasir di kantornya Senayan Jakarta, Jumat, 26 Juli 2019.
Nantinya, data medsos yang telah didata oleh setiap kampus bisa dilakukan kerja sama dengan pihak terkait yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT dan Badan Intelejen Negara (BIN) untuk melakukan pembinaan nasionalisme.
“Mahasiswa juga harus bisa mempertanggungjawabkan penggunaan media sosial sesuai hukum di Indonesia,” katanya.
Kendati begitu, dia menjamin kegiatan mahasiswa tidak akan terganggu dengan adanya pendataan tersebut. Bahkan, ia pun mempersilakan kepada mahasiwa untuk mempublikasikan makalah kajiannya seperti Marxisme ke media sosialnya.
“Yang masalah kan kalau mengajak misal menegakkan khilafah, menuduh agama lain tidak baik atau mengajak LGBT, nanti akan dipanggil dosen atau rektornya untuk diberikan bimbingan.” ujarnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar