Selasa, 09 Juli 2019

Tolak Rekonsiliasi, Fadli Zon dan Kroninya Membangun Perpecahan


Sikap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang menolak rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo Subianto secara tidak langsung menginginkan masyarakat terpecah menjadi dua kubu.
Fadli menyebut situasi politik pasca Pilpres 2019 bukan peperangan. Sehingga Fadli menjelaskan tidak perlu melakukan rekonsiliasi.
“Memangnya kita perang, ada rekonsiliasi. Ini kan satu kontestasi ya, jadi harus kita anggap sebagai hal yang biasa dalam pertarungan kompetisi,” ungkap Zon di sela memimpin rapat tim pemantau daerah otonomi khusus bersama Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Kompleks Kepatihan, Senin (8/7/2019).
“Kita seolah-olah ada satu perpecahan yang tajam,” katanya lagi.
Pernyataan Fadli itu justru seolah-olah benar terjadi peperangan. Padahal tujuan rekonsiliasi tidaklah demikian melainkan bentuk upaya terciptanya suasana yang damai pasca pilpres.
Sikap Fadli Zon yang menolak rekonsiliasi memperlihatkan bahwa ia dan kelompoknya berniat tidak baik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi ke depan. Sebab rekonsiliasi bukan semata-mata menunjukkan adanya perpecahan seperti yang dikatakan Fadli Zon, namun lebih kepada sikap kenegarawanan Prabowo-Jokowi untuk saling mendinginkan suasana pasca eskalasi suhu politik yang telah memecah belah rakyat menjadi dua kubu.
Rekonsiliasi penting, kenapa? Karena jika Prabowo-Jokowi menampilkan hubungan yang baik, maka tali persaudaraan dan solidaritas masyarakat pun lambat laun akan terajut kembali serta agenda kebangsaan lima tahun mendatang akan lebih mudah dilaksanakan.
Dengan menolak rekonsiliasi, sama saja Fadli Zon dan kubunya terlihat setengah-setengah dalam menormalkan situasi di masyarakat pasca Pilpres 2019 bahkan mungkin menginginkan masyarakat tetap terpecah menjadi dua kubu sehingga terus membangun narasi-narasi pembenaran sepihak terkait penolakan rekonsiliasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar