Rabu, 14 Agustus 2019

Cara Basi Haikal Hassan Siasati Penolakan Publik dengan Mengoreksi Rekomendasi Ijtima Ulama


Betapa malunya muka para gerombolan pemuja khilafah setelah mendapat tekanan dari masyarakat dan juga Pemerintah mereka yang kemarin duduk dalam Ijtima Ulama IV terpaksa harus mencari cara untuk merubah hasil rekomendasi Ijtima Ulama.
Rekomendasi Ijtima Ulama IV tentang istilah NKRI bersyariah yang kontroversial, kini pengertiannya dibuat ramah terhadap Pancasila, padahal ketika menyampaikan hasil Ijtima tersebut, media sangat jelas menerjemahkannya sebagai bertujuan mendirikan negara khilafah.
Apa bedanya dengan transaksi di pasar tradisional?
Haikal Hasan yang berbicara atas nama PA 212 menepis anggapan bahwa rekomendasi Ijtima Ulama IV menolak mengakui pemerintah hasil pilpres 2019, kini dirubah dengan menyebut yang dimaksudkannya adalah menjaga jarak dengan pemerintah.
Jika pernyataan bersama yang pada awalnya disebut mengagendakan NKRI syariah, serta menolak mengakui pemerintah hasil pilpres, bisa dibatalkan dengan pernyataan satu orang seperti Haikal Hasan, tentu publik pun akan mempertanyakan keseriusan acara tersebut. Untuk apa mereka berdiskusi panjang lebar, jika ujung-ujungnya akan dimentahkannya sendiri.
Kita perlu juga mencari tahu, apakah pernyataan Haikal tersebut benar-benar merupakan kesepakatan peserta Ijtima? Jangan-jangan hanya akal-akalan dia sendiri, siapa tahu kalau dokumen aslinya tidak mengalami perubahan sebagaimana telah mereka sampaikan di depan media.
Patut dicermati bahwa ada maksud tersembunyi dari pengakuan Haikal Hasan, bahwa jika rekomendasi tentang khilafah Islamiyah itu tetap dimunculkan, jangan-jangan pendirian partai politik pun tidak bakal kesampaian. Ini semacam kompromi dengan situasi di tengah-tengah masyarakat yang terlanjur menganggap mereka sebagai bentuk lain dari Hizbut Tahrir yang telah dinyatakan terlarang.
Koreksi yang dilakukan Haikal Hasan ada kaitannya dengan wacana mereka ingin mendirikan Parpol. Mereka pasti sangat paham tentang syarat berdirinya sebuah partai. Sementara jika mereka mengusung kilafah dan menarik Pancasila seolah-olah tunduk kepada Syariat Islam, bisa jadi akan menjadi batu sandungan ketika mendaftarkan partainya di Kemenkumham.
Tentu saja untuk mengurangi tekanan dari masyarakat, sebelum diakuinya komunitas mereka sebagai partai politik, lebih baik meredakan klaim kontroversialnya sampai agenda pendirian partai tersebut berhasil mendapat pengakuan dari pemerintah.
Namun publik pun tidak akan mudah mempercayai siasat mereka, karena kalaupun tidak menyatakan diri sebagai pengusung khilafah, dari aksi-aksi yang dilakukan kita sudah bisa membaca arah ideologi mereka. Ibarat cacat yang berupaya disembunyikan, tetap saja akan muncul seiring berjalannya waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar