Minggu, 25 Agustus 2019

FPI Rasis jadi Dalang Rusuh Papua


Jakarta – Melihat kejadian rusuh di Papua seharusnya semua pihak perlu mewaspadai pergerakan FPI yang ingin menjatuhkan Presiden Jokowi melalui adu domba Papua, Kristen, Banser NU dan negara.
Setelah sebelumnya Ijtima Ulama membuat kehebohan dengan wacana NKRI bersyariah, Abdul Somad menghina simbol agama Kristen, sekarang terjadi kerusuhan di Manokwari yang bermula dari demo mahasiswa dan masyarakat Manokwari terkait pengepuangan mahasiswa Papua di Surabaya oleh aparat beserta FPI dan Pemuda Pancasila akibat pengrusakan bendera merah putih yang terjadi di depan Asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Padahal kita tahu jika FPI adalah ormas yang lebih mencintai bendera hitam bertuliskan tauhid dan sangat anti hormat terhadap bendera merah putih, walaupun saat ini mereka sedang melakukan propaganda agar dianggap ormas yang cinta pancasila, contohnya Bahar bin Smith yang mencium bendera merah putih setelah dijatuhi hukuman.
Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta bersuara terkait peristiwa penyerangan dan pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Surya menjelaskan berdasarkan informasi yang diperoleh dari mahasiswa, awal kejadian itu terjadi pada Jumat (16/8), sore sekitar pukul 16.00 WIB. Selain aparat keamanan, kata Surya, sejumlah organisasi massa juga turut menyerang dan mengepung asrama.
“Mahasiswa Papua yang sedang berkumpul di Asrama Kamasan Surabaya, dikepung oleh beberapa aparat. Saya tidak tahu apakah TNI, Polri. Tapi juga ada penyerangan dari Ormas reaksioner juga,” kata Surya dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (18/8).
Surya menjelaskan, awal mula pengepungan itu disebabkan oleh perusakan Bendera Pusaka yang terletak di depan Asrama. Pihak aparat pun menduga perusakan Bendera Pusaka dilakukan oleh oknum mahasiswa di asrama.
Surya menyayangkan pengepungan tersebut. Menurutnya, aparat tidak melakukan investigasi mendalam terlebih dulu terkait perusakan Bendera Pusaka. Selain itu, aparat juga ‘membiarkan’ ormas reaksioner yang turut melakukan pengepungan.
Parahnya lagi, kata dia, aparat justru ikut menyerang asrama yang disertai tembakan gas air mata.
“Saya menyayangkan, pihak aparat yang ada di lokasi sebelumnya tidak melakukan proses penanyaan atau investigasi kepada mahasiswa di asrama terlebih dahulu. Bukannya mengamankan penyerangan, tapi malah menembakkan gas air mata, dan ikut menyerang,” katanya.
Surya lebih jauh mengatakan pengepungan dan penyerangan ini juga diiringi perusakan berbagai fasilitas asrama. Para pengepung juga beberapa kali melontarkan makian bernada rasis kepada mahasiswa Papua.
“Penembakan gas air mata berkali-kali, dan juga perusakan fiber di pagar asrama. Makian bernada rasis pun terus dilakukan,” ujarnya.
Surya menambahkan, pihaknya mencatat ada 43 mahasiswa yang terjebak di asrama. Mereka bertahan dan mengamankan diri di dalam asrama tanpa makan dan minum semalaman.
“Mereka tidak makan dan minum semalaman, tidur di emperan lantai asrama yang masih ada gas air matanya. Tak bisa keluar karena dikepung, ada anjing penjaga juga di depan pagar, mereka takut untuk keluar,” ujar Surya.
Akibat peristiwa tersebut sedikitnya lima mahasiswa asal Papua yang terluka.
Keesokan harinya, Sabtu (17/8), polisi merangsek ke dalam asrama dan mengangkut para mahasiswa ke Polrestabes Surabaya. Mereka menjalani pemeriksaan oleh polisi.
Pada Minggu (18/8) dini hari, polisi memulangkan 43 mahasiswa asal Papua tersebut.
“Tadi malam sudah (dipulangkan) pukul 00.00 WIB malam (dini hari), setelah selesai diperiksa semua dari 43 orang itu,” kata Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho, Minggu (18/8).
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Sandi, seluruh mahasiswa Papua mengaku tak tahu menahu perihal perusakan bendera merah putih yang ditemukan di depan asrama mereka.
“Dari hasil pemeriksaan mengaku tidak mengetahui (perusakan bendera), makanya sementara kita pulangkan ke asrama yang bersangkutan,” ujar Sandi.
Sandi mengatakan pihaknya akan tetap mendalami keterangan para mahasiswa. Polisi kini masih mempelajari alat-alat bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara.
“Sementara masih kita pelajari karena itu ada 43 itu perlu dievaluasi secara menyeluruh, sehingga kita tahu bahan keterangannya secara utuh,” kata dia.
Atas hal tersebut, sewajarnya tindak tanduk FPI harus dipantau karena bisa jadi FPI memiliki misi terselubung untuk menghancurkan NKRI dengan memecah belah bangsa dan mengadu domba antar suku untuk mendirikan NKRI bersyariah. Waspada terhadap agenda FPI karena mereka sangat licik dan lihai mencai kesempatan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar