Senin, 30 September 2019

Pemerintah Selalu Hadir untuk Penyelesaian Papua


Jakarta – Pemerintah tidak alpa atas kerusuhan di Papua yang menyebabkan sejumlah orang menjadi korban. Pemerintah selama ini telah berupaya mengurus Papua dengan baik mulai dari infrastruktur hingga perbaikan ekonomi dan pendidikan, namun langkah Pemerintah memerlukan waktu dan tidak sepenuhnya didukung oleh masyarakat.
Sebagian masyarakat seperti aktivis dan Komnas HAM justru melihat kehendak memisahkan diri dari kelompok separatis harus diakomodir karena berkaitan dengan HAM menentukan nasib sendiri. Hal tersebut justru membuat kelompok separatis semakin  menjadi-jadi dan merasa didukung oleh berbagai pihak sehingga berani melakukan kekerasan terhadap warga sipil dan aparat keamanan.
Pemerintah telah berupaya menangani konflik Papua dengan tetap memegang teguh prinsip HAM. Pemerintah telah mengambil cara militeristik hingga soft approach namun provokator seperti Benny Wenda memang sengaja mengacaukan Papua.
Upaya Pemerintah pun tersendat oleh HAM yang notabene hanya melindungi warga sipil. Namun suara untuk warga sipil lainnya yang menjadi korban jiwa tak terekspose oleh Komnas HAM terkesan ada berat sebelah dalam masalah Papua.  Permasalahan Papua memerlukan seluruh komitmen tokoh dan masyarakat. Pemerintah Pusat tidak bisa bekerja sendiri tanpa bantuan Pemerintah Papua serta masyarakat terlebih orang asli Papua.
Banyaknya tuduhan provokatif bahwa Pemerintah alpa dalam kasus Papua adalah contoh upaya pengkerdilan dan pendiskreditan Pemerintah. Tuduhan tersebut akan mengganggu langkah Pemerintah menangani konflik di Papua.
Faktanya Pemerintah terus membuka ruang dialog untuk menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat di Papua. Dialog tersebut untuk memilih apakah tetap menggunakan cara yuridis atau nonyuridis. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak Presiden agar segera membawa kasus dugaan pelanggaran HAM berat ke pengadilan demi memberikan keadilan bagi masyarakat Papua.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, di Jakarta, Selasa (3/9/2019), membantah tuduhan bahwa pemerintah tidak serius menangani dugaan pelanggaran HAM berat di Papua. Narasi ini, menurut dia, selalu digembar-gemborkan, terlebih pasca-kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Dia menjelaskan, pemerintah bukannya enggan menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM berat. Namun, ada teknis hukum yang belum bisa terpenuhi. Dia memaparkan, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung telah berkoordinasi untuk menangani tiga kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua, yaitu Wasior (2001), Wamena (2003), dan Paniai (2014).
”Masalahnya, antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung belum sepakat. Temuan Komnas HAM ternyata belum cukup untuk dapat diteruskan dalam proses ke pengadilan,” katanya.
Tradisi menyelesaikan masalah
Oleh sebab itu, ujar Wiranto, pemerintah terus membuka pintu dialog. Apakah penyelesaian kasus ini tetap melalui jalur yuridis, yang bakal memakan waktu, atau melalui jalur nonyudisial. Dia mencontohkan, Papua dan Papua Barat punya tradisi menyelesaikan masalah dengan cara kekeluargaan.
”Di papua dan Papua Barat ada tradisi bakar batu. Kalau ada perang dan ada yang terbunuh, diadakanlah bakar batu. Pesta-pesta, sembelih binatang, lalu makan-makan, menari-menari, kemudian selesai. Ini salah satu budaya yang kita gunakan untuk jalur nonyudisial,” katanya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar