Minggu, 09 Februari 2020

Opsi dan Risiko Pemerintah soal Nasib WNI Eks Kombatan ISIS


JAKARTA - Wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS bagai makan buah malakama untuk Pemerintah Indonesia. Satu sisi mereka terpapar paham terorisme, yang dikhawatirkan bisa menyebarkan paham itu ke orang lain.
Tetapi lain sisi, orang-orang itu merupakan warga Indonesia yang harus dijamin haknya dalam perundangan. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan.
Pengamat Terorisme Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib, ada beberapa opsi yang bisa dipikirkan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan rencana pemulangan WNI tersebut.
"Beberapa opsi-opsi, yang sudah dibuat yang saya tahu ya ada 3 opsi, yang pertama adalah opsi penolakan artinya pembiaran mereka disana," kata Ridlwan dalam sebuah diskusi bertajuk 'Menimbang Kombatan ISIS Pulang' di Upnormal Coffe, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).
Kemudian, yang kedua adalah membawa pulang para kombatan kelompok terorisme tersebut. Dan yang ketiga, kata Ridlwan, dipulangkan secara selektif atau hanya kaum perempuan dan anak-anak.
"Dan itu juga harus dalam pertimbangan bahwa mereka yang dibawa pulang sudah melewati proses identifikasi proses screening proses wawancara form bahwa mereka adalah bagian dari WNI," ujar Ridlwan.
Tapi bagaimanapun, dijelaskan Ridlwan, tiga strategi itu pastinya memiliki risiko masing-masing. Risiko tidak dipulangkannya WNI itu, kata Ridlwan akan menyasar sisi keamanan.
"Bahwa kamp itu akan segera bubar otoritas Kurbi, tidak memiliki data yang cukup untuk mengurusi kamp itu maka mereka akan dibuka dan dibiarkan menjadi orang liar dan bebas dan mereka bisa mencari jalan pulang masing-masing, kalau jalan pulang itu bisa mereka dapatkan dan mereka merembes masuk ke Indonesia maka ini jauh lebih berbahaya ketimbang membawa pulang dengan pengawasan ketat," papar Ridlwan.
Risiko selanjutnya, akan mengarah pada hak asasi, kata Ridlwan, dunia internasional akan mempertanyakan sikap Indonesia apabila melakukan pemulangan WNI secara selektif.
Ridlwan menambahkan, tantangan selanjutnya akan menyerang sisi politik. Keputusan apapun yang dikeluarkan pemerintah, akan 'digoreng' oleh kubu opisisi dari pemerintahan dewasa ini.
"Resiko ketiga ada resiko politik, presiden Jokowi akan mendapatkan Kritik terutama dari oposisi yang akan mengatakan tidak membela WNI tidak membela muslim, orangtua dan anak-anak. Karena kritik ini saya sudah melihat kami sudah melihat datanya sudah mulai muncul," tutup Ridlwan.
(edi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar