Kamis, 20 Februari 2020

Persetujuan Lingkungan dalam ”Omnibus Law” RUU Cipta Kerja


Ruang lingkup peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha pada Bab III RUU Cipta Kerja meliputi empat bagian pengaturan. Aturan ini mengenai penerapan perizinan usaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dan pengadaan lahan, penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan penyederhanaan persyaratan investasi.

Kemudian, pada bagian penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dan pengadaan lahan itu meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, serta persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi.

RUU Cipta Kerja ini selanjutnya mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru terkait perizinan usaha untuk memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam memperoleh persetujuan lingkungan.

Sebagai upaya tersebut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengalami perubahan. Hasil analisis Litbang Kompas menemukan 45 ketentuan pasal yang mengalami perubahan atau penghapusan. Perinciannya, 31 pasal diubah, 13 pasal dihapus, serta 1 pasal disisipkan dalam RUU ini.


Izin lingkungan

Pertama, ketentuan Pasal 1 Ayat 12, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL) tidak lagi diperlukan bagi pengambilan keputusan penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Pada Ayat 35, kewajiban industri mendapatkan izin lingkungan dihapus dan diubah menjadi persetujuan lingkungan.

Kedua, ketentuan Pasal 20 Ayat 3 dan 5 diubah. Pada Ayat 3, sebelumnya, setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan syarat mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/wali kota. Ketentuan tersebut kemudian diubah dengan syarat mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.

Kemudian, Pasal 20 Ayat 5 pada UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi satu dalam Ayat 4 pada RUU Cipta Kerja. Pada Ayat 5, ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup pada Ayat 2 huruf b,e,f diatur dalam peraturan menteri diubah diatur dalam peraturan pemerintah.

Keempat, ketentuan Pasal 24 ditambah. Pemerintah pusat dapat menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat dalam melakukan uji kelayakan dan dapat menetapkan keputusan kelayakan lingkungan sebagai dasar pelaksana kegiatan dan persyaratan penerbitan perizinan berusaha.


Amdal

Hal lain yang berpotensi mengurangi kualitas lingkungan adalah ketentuan seputar analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal). Terdapat enam pasal yang diubah terkait amdal.

Pertama, ketentuan Pasal 1 Ayat 11, 12, dan 35 diubah. Pada Pasal 1 Ayat 11, analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) diperlukan bagi pengambilan keputusan penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Ketentuan ini diubah menjadi amdal digunakan sebagai pertimbangan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar