Senin, 29 Juni 2020

Gerakan Makar di UGM, GMNI: Jangan Manfaatkan Kondisi Bangsa yang Sedang Berduka


JAKARTA – Saat masyarakat dan pemerintah sedang bahu membahu memerangi Pandemi Covid-19, komunitas yang mengatasnamakan Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum (FH) UGM justru menyelenggarakan acara diskusi bertajuk “Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat (29/5/2020) pukul 14.00 – 16.00 WIB melalui aplikasi Zoom.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Arjuna Putra Aldino mengungkapkan semestinya kita harus bergotong royong, bahu membahu memikirkan keselamatan bangsa dari pendemi Covid-19. Tidak semestinya kita saling mengalahkan. Apalagi menyelenggarakan acara dengan tajuk yang provokatif yang bisa menciptakan prakondisi terjadinya kericuhan sosial.
“Kami kira sudah cukup kita saling menyalahkan. Apalagi menggulirkan wacana yang provokatif. Itu sangat kontraproduktif bagi keselamatan bangsa. Rakyat sedang berjibaku dengan virus yang mematikan. Seharusnya kita gotong royong, bukan malah ribut berebut kekuasaan,” tegas Arjuna saat dihubungi wartawan (28/05/2020).
Menurut Arjuna, sangat tidak etis apabila ada segolongan pihak yang mencoba memanfaatkan kondisi bangsa yang sedang dilanda musibah pendemi Covid-19 untuk meraih kekuasaan. Tindakan provokatif semacam itu sejatinya hanya memikirkan kepentingan golongannya semata untuk berkuasa. Dengan memanfaatkan situasi negara yang sedang rentan.
“Jangan memanfaatkan kondisi bangsa yang sedang rentan untuk meraih kekuasaan. Itu bukan sikap negarawan. Keselamatan bangsa harus berdiri di atas kepentingan golongan,” tambah Arjuna.
Selain itu, Sekretaris Jenderal DPP GMNI M. Ageng Dendy Setiawan juga menyampaikan seharusnya kampus dan masyarakat akademik fokus memikirkan bagaimana agar Indonesia bisa keluar dari pendemi Covid-19. Bukan justru memicu keresahan publik dengan wacana yang sarat dengan propaganda.
“Kampus adalah tempat orang berpikir. Seharusnya memikirkan solusi untuk keselamatan masyarakat dan bangsa. Bukan malah menjadi corong propaganda politik. Itu jauh dari nilai-nilai akademik yang ilmiah,” ujar Dendy
Dendy juga menyayangkan kampus menjadi tempat provokasi untuk mempolitisasi kondisi masyarakat yang sedang berduka. Padahal menurut Dendy, kampus memiliki kebebasan akademik yang sesuai kode etik, dan obyektivitas yang menjadi landasan moral para intelektual kampus. Namun kampus justru terjebak pada politisasi bahkan propaganda politik.
“Sangat disayangkan kampus justru terjebak propaganda politik. Kampus dan akademisi sudah seperti buzzer. Padahal kampus memiliki kebebasan akademik yang terikat oleh kode etik dan obyektivitas yang menjadi landasan moral para intelektual kampus”, tutup Dendy.(wok/aka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar