Senin, 21 Desember 2020

Aktivis HAM Apresiasi Kejagung Bentuk Satgas Pelanggaran HAM Berat

 

JAKARTA, Jaksa Agung ST Burhanuddin berencana membentuk Satuan Tugas Penuntasan Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus untuk melakukan mitigasi permasalahan, penyelesaian, penuntasan, serta rekomendasi penyelesaian perkara pelanggaran HAM Berat dan HAM Berat masa lalu.

Langkah itu dilakukan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo perihal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang juga aktivis HAM, Muhammad Isnur menyambut baik rencana pembentukan Satgas Pelanggaran HAM oleh Kejagung. Namun ia berharap Satgas tersebut segera dapat direalisasikan.

“Iya ini langkah yang baik, tapi sebenarnya kita nunggu pembuktianlah kira-kira gitu ya, itu jangan cuma bicara harus segera direalisasikan,” ujar Isnur, Senin (21/12).

Meskipun pembentukan Satgas dianggap terlambat, tapi Isnur memandang hal itu sebagai langkah positif dari Kejaksaan Agung untuk dijadikan momentum penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dan bisa menunjukan hasil yang konkret dan berhasil.

“Ini kan kewajiban hukum yang sudah lama dilakukan sebenarnya, jadi ini sebuah langkah positif ya, mudah-mudahan konkret dan berhasil gitu,” ungkapnya.

Menurut Isnur, pembentukan Satgas ini adalah langkah yang ditunggu oleh masyarakat terutama para keluarga korban HAM masa lalu yang sedang menunggu pembuktian dan keseriusan Korp Adhyaksa untuk menyelesaikan sederet kasus pelanggaran HAM.

“Kalau masyarakat dari dulu berharap terus, tapi ya menuggu pembuktian saja, jadi sebenarnya tinggal pembuktian saja, bahwa mereka serius bekerja, kalau dulu kan ada satgas-satgas tapi gak maju-maju kan,” ungkapnya.

Menurutnya, penyidik Kejagung punya kemampuan untuk mengungkap pelanggaran-pelanggaran HAM, asalkan Satgas tersebut memiliki keberanian, kejujuran dan keseriusan dalam bekerja.

“Sebenarnya laksanakan saja perintah Undang-Undang, penyidik kan punya kemampuan lebih untuk mengungkap, melakukan upaya paksa, jadi ya serius saja, tinggal keseriusan, keberanian, dan kejujuran sebenarnya itu aja kuncinya,” tuntasnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Agung, Ali Mukartono mengatakan, penyidik tengah menginventarisasi 13 perkara tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu.

Ali menyatakan, akan kembali melanjutkan perkara tindak pidana pelanggaran HAM pada 2021 mendatang. Pihaknya akan kembali berdiskusi dengan Komnas HAM terkait kekurangan hasil penyelidikan kasus HAM itu.

“Nanti, kami akan berkoordinasi kembali dengan Komnas HAM,” kata Ali.

Menurut Ali, sebagian besar kasus pelanggaran HAM di masa lalu mandek. Sebab, beberapa petunjuk jaksa tak dijalankan oleh Komnas HAM selaku penyelidik.

“Kita akan inventarisasi lagi semua, masalahnya apa. Sebetulnya sudah ada masalahnya yaitu petunjuk jaksa yang belum dipenuhi oleh Komnas HAM. Selama ini bolak balik saja. Komnas HAM merasa cukup, tapi kami tidak,” sambung Ali, Jumat (18/12).

Ali menceritakan, jaksa pernah menangani tiga kasus pelanggaran HAM berat yang tidak diteruskan ke Pengadilan. Misalnya, kasus pelanggaran HAM di Abepura pada 7 Desember 2000, kasus HAM Timor-Timur tahun 1999 dan kasus HAM Tanjung Priok tanggal 12 September 1984.

“Kami tidak mau hal seperti itu terulang kambali. Jadi kami mau kalau perkara itu naik, berarti sudah matang dan itu kewajiban itu ada di Komnas HAM,” terang Ali. (dal/fin). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar