Sabtu, 22 Mei 2021

Pemerintah Diminta Waspadai Gerakan Kamuflase dan Infiltrasi Kelompok FPI

 Pemerintah diminta waspadai gerakan kamuflase dan infiltrasi kelompok FPI. Foto/SINDOnews


JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menganggap, langkah tegas pemerintah yang melakukan pelarangan dan penghentian aktivitas organisasi Front Pembela Islam (FPI) merupakan langkah tepat, meskipun agak terlambat.

Pasalnya, Karyono menilai, ormas yang dibentuk Habib Rizieq Shihab ini sudah terlalu lama dan sering melakukan aktivitas yang menimbulkan keresahan masyarakat dan diduga melakukan pelbagai tindak kekerasan atas nama agama dengan dalih menegakkan syariat agama. "Ormas ini sering melakukan tindakan sweeping/razia secara sepihak, persekusi, provokasi dan intoleransi. Lebih dari itu, sejumlah ceramah pentolan FPI tidak sedikit yang mengumbar ujaran kebencian dan diduga mengandung unsur makar," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Kamis (31/12/2020). 

Karyono mengatakan, bahkan dalam sejumlah alat bukti yang terungkap, salah satunya melalui rekam jejak digital mengindikasikan ormas ini mendukung organisasi teroris seperti ISIS, Al Qaeda, Terorisme di Ambon dan Poso. Menurut dia, dengan rekam jejak digital seperti itu, semestinya tidak harus menunggu lama untuk menindak ormas FPI. "Tapi gak apa-apa, lebih baik terlambat daripada tidak ada tindakan sama sekali. Setelah melalui proses panjang, akhirnya baru di era pemerintahan Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin, ormas FPI dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dihentikan seluruh aktivitasnya," ujarnya. 

Lebih lanjut Karyono mengatakan, terlepas dari soal lambat atau tidak, langkah yang dilakukan pemerintah menunjukkan bahwa negara masih hadir untuk melindungi warganya dari ancaman tindak kekerasan, provokasi, sweeping sepihak, persekusi dan tindakan-tindakan intoleran yang selama ini dilakukan oleh FPI.

Menurutnya, dampak dari keputusan pemerintah melalui SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Menteri Kominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Fron Pembela Islam ini di satu sisi jelas menimbulkan kepastian hukum. "Dimana FPI dianggap sudah tidak ada. Dengan begitiu, masyarakat bisa hidup lebih damai. Negara dapat terhindar atau setidaknya meminimalisasi potensi ancaman ektrimisme beragama yang lebih luas," tutur dia.

Karyono menyatakan, lantas bagaimana kondisi pasca keputusan penghentian aktivitas FPI. Sejauhmana perlawanan kubu FPI dan para simpatisannya, kelompok FPI ini masih relatif kecil. Yang membuat mereka besar karena mereka berlindung di balik jubah agama yang sengaja digunakan untuk menarik simpati umat Islam.

Faktor lain, menurut Karyono, yang membuat mereka terlihat kuat karena diduga ada peran para bandar di balik gerakan FPI. Ormas ini nampak besar di dunia maya, karena propaganda medianya cukup kuat. Mereka terlihat kuat karena negara lemah dan kelompok silent majority belum bergerak. "Oleh karena itu, menurut saya pasca keputusan pemerintah ini tidak akan menimbulkan perlawanan secara signifikan. Namun demikian, perlawanan balik kelompok FPI dan sekutunya tetap harus diantisipasi," ujar dia.

Justru, kata Karyono, yang perlu kewaspadaan adalah mengantisipasi strategi gerakan kamuflase, metamorfosis dan infiltrasi kelompok FPI dan loyalisnya ke dalam masyarakat pasca pemberhentian aktivitas dan larangan penggunaan simbol FPI di seluruh Indinesia. Maka cara yang paling efektif adalah menumbuhkan dan mengamalkan islam yang rahmatan lil alamin dan islam wasathiyah yang menjaga dari sikap melampaui batas (ifrath) dan ekstrem (tafrith).

"Selain penegakan hukum, pendekatan deradikalisasi, penanaman nilai-nilai agama yang rahmatan lil alamin, dan penanaman nilai-nilai kebangsaan di satu sisi menjadi sangat penting. Ketahanan ideologi menjadi instrumen paling penting untuk mempersatukan bangsa ini," tandasnya.(cip)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar