Minggu, 01 April 2018

Peserta Pilkada Tersangka Korupsi Bisa Diganti, Syaratnya...


Mantan pelaksana tugas ketua Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay mengatakan calon kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi masih bisa diganti. Dengan catatan, penggantian itu dilakukan sebelum 30 hari dari pemungutan suara. "Masih memungkinkan," kata Hadar di Jakarta, Sabtu, 31 Maret 2018.

Ia mengakui ada pasal dalam Undang Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pencalonan Kepala Daerah yang menyatakan calon peserta pemilu tidak bisa diganti. Sanksinya denda jika calon itu berasal dari perseorangan, dan tidak boleh kembali mencalonkan jika berasal dari partai politik.


UU Pencalonan Kepala Daerah menyatakan peserta pemilu tidak bisa diganti jika tidak ada situasi atau perubahan apa-apa. "Jika menuju hari pemungutan suara tidak ada yang ditangkap, tidak ada gempa dan apa-apa, calon atau partai mengundurkan diri, ini yang tidak boleh diganti," kata Hadar.
Namun, menjadi pengecualian jika calon berkasus hukum dan ditahan atau ditangkap.

Hal itu merupakan situasi yang terjadi di luar kekuasaan calon kepala daerah. "Jadi pasal itu (yang membolehkan tersangka tetap maju di Pilkada) tidak berlaku." Calon kepala daerah bisa diganti tanpa dikenai sanksi," kata Hadar.

Peserta pilkada juga bisa diganti jika berhalangan tetap, seperti mengalami kematian dan sakit yang membuat calon tidak bisa beraktivitas. Pasal tentang berhalangan tetap juga bisa dimaknai calon yang tidak bisa berbuat apa-apa dalam pemilu karena ditahan, sebab menjadi tersangka korupsi. "Mau kampanye tidak bisa karena ditahan, itu bisa dimaknai berhalangan tetap."

Untuk menggantinya hanya diperlukan surat dari otoritas seperti KPK, kejaksaan, atau pengadilan. “Tapi semua pihak tidak mau melakukannya," kata Hadar. Akhirnya, masyarakat tak punya pilihan calon yang disuguhkan bermasalah. Bahkan, dikhawatirkan calon yang menjadi tersangka korupsi menang. "Bagaimana pemilihan seperti itu?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar