Minggu, 21 Oktober 2018

Meskipun Apatis Politik, Kaum Milenial Merupakan Kalangan Pemilih Yang Menentukan Di Pilpres 2019




CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali menilai pemilih muda atau kaum milenial (21-35 tahun) cenderung cuek terhadap perpolitikan Indonesia. Dalam survei terbarunya, hanya ada 22 persen kaum milenial yang mengikuti politik, padahal pemilih dari kalangan generasi milenial ini diperkirakan mencapai 40-45 persen pada Pilpres 2019 dan yang akan menjadi penentu di Pilpres nanti karena dinilai sebagai tipikal generasi milenial cukup unik.


Hasanuddin menjelaskan dari jumlah pemilih milenial itu, tak banyak dari mereka yang melek politik karena lebih menyukai pemberitaan seputar olahraga, musik, lifestyle, sosial media, hingga teknologi, ketimbang politik.
“Celakanya, dalam konteks politik, generasi ini rada cuek dengan politik. Survei terbaru hanya 22 persen anak-anak milenial yang mengikuti pemberitaan politik”.
Alasan 70 persen kaum milenial tak terlalu mengikuti pemberitaan politik karena menurut mereka urusan politik adalah urusan orang tua. Sementara kaum milenial cenderung lebih concern pada kehidupan sehari-hari.
Lebih jauh Hasanuddin berpandangan, masa depan Indonesia akan ditentukan oleh generasi milenial pada tahun 2020 hingga 2030 mendatang. Sebab, benih-benihnya saat ini sudah muncul seperti maraknya pengusaha Start-up muda dan sudah muncul pejabat pemerintahan dari kaum muda.
“Saya sering katakan, milenial generasi penggerak peradaban Indonesia. Karena mereka penentu wajah Indonesia 2020-2030,” pungkasnya.
Ketua KPAI Susanto menilai bahwa mulai dari elite politik hingga tempat pendidikan, diminta memberikan edukasi mengenai proses politik yang bertujuan agar kaum milenial tidak menjadi alat politik dari orang tuanya.
“Pertama, kami lihat pendidikan politik ke kaum pemula masih terbatas. Kedua, yang bersangkutan memang secara umum baru keluar dari pendidikan SLTA. Concern sebenarnya lebih pada pendidikan akademik daripada politik. Pendidikan politik ini semata-mata agar pemilih pemula tidak bias politik dan bebas dari indoktrinasi yang dibangun oleh guru,” jelasnya.
Susanto menilai peran guru juga sangat penting di sekolah agar para pemilih pemula mengetahui manfaat demokrasi dan pemilu. Namun, dia mengingatkan, edukasi proses pemilu jangan disamakan dengan kampanye. (WO)

http://bacafakta.com/meskipun-apatis-politik-kaum-milenial-merupakan-kalangan-pemilih-yang-menentukan-di-pilpres-2019/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar