Selasa, 30 Oktober 2018

Tangani Kasus Pembakaran Bendera, Pengamat Minta Masyarakat Tak Terprovokasi


JAKARTA – Pengamat dari Lembaga Percik menilai gelombang protes yang terjadi pasca pembakaran bendera berkalimat tauhid di Garut, Jawa Barat mengancam persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.

“Dampak dari peristiwa Garut itu luar biasa. Selain telah membuat gaduh di dunia maya (medsos-red) juga terjadi gelombang protes dimana-mana,” kata Peneliti dari Lembaga Percik, Singgih Nugroho, Jumat (26/10)

Pria yang konsen dalam penelitian demokrasi dan keadilan sosial ini mengaku, isu sectarian di Indonesia memang menjadi salah satu senjata untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Disisi lain, keberagaman Bangsa Indonesia yang terdiri dari budaya dan bahasa juga menjadi salah satu potensi keretakan yang patut dikhawatirkan.

“Dalam hal ini, kami merasa ada pihak tertentu yang sengaja menggoreng isu tersebut supaya terus menggelinding untuk tujuan tertentu,” kata Singgih.

Butuh penanganan khusus dari pemerintah, supaya kasus tersebut tidak terus menjadi bola salju di tengah masyarakat. Tidak sebatas menetapkan oknum Banser sebagai pelaku utama dalam kasus pembakaran bendera berkalimat tauhid di Jawa Barat saja. Melainkan, butuh kehadiran sosok yang dinilai independent, dan suaranya didengar oleh kedua belah kubuyang saat ini tengah bertarung di Pilpres 2019 mendatang.

Terkait kasus tersebut, pihaknya berharap agar masyarakat tidak mudah terpancing dengan isu-isu yang terjadi saat ini. Provokasi dalam kasus pembakaran bendera kalimat tauhid ini sangat kental. Tentunya disertai dengan tujuan tertentu.

“Mari, kita berpikir dengan jernih. Jangan mudah terprovokasi, oleh pihak-pihak tertentu,” himbau pria yang juga aktifis ’98 tersebut.

Bahkan kasus ini memicu Reuni Akbar 212 yang tahun lalu dihadiri sekitar 300 organisasi massa Islam di awal Desember tahun ini. Ormas yang hadir dalam Reuni Akbar 212, antara lain Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), GNPF-MUI, Parmusi, Bang Japar, PPMI, PA 212, dan Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ). Di dalam acara tersebut, tokoh-tokoh pendukung gerakan 212 juga ikut hadir.

Novel Bamukmin, panitia Reuni Akbar Alumni 212 menyatakan ada kemungkinan masalah pembakaran bendera dibahas. Sebab menurutnya peristiwa tersebut menyinggung umat Islam serupa kasus Ahok.

“Bisa saja nanti [kasus pembakaran bendera] masuk dalam orasi-orasi para ulama dan habaib,” tegas Novel dihubungi reporter Tirto, Kamis (25/10/2018).

Menurut Novel pihaknya juga akan memeriahkan reuni 212 dengan mengibarkan ratusan ribu atau bahkan jutaan bendera Ar-Rayah dan Al-Liwa yang bertuliskan kalimat tauhid. Bagi Novel, bendera dan ikat kepala yang dibakar anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) atau paramiliter Gerakan Pemuda (GP) Ansor, bukanlah atribut Ormas yang dilarang pemerintah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melainkan bendera bertuliskan tauhid.

“Tidak ada bendera HTI karena HTI tidak punya bendera karena hanya kebetulan bendera Ar-Rayah dan Al-Liwa orang-orang HTI yang sering bawa. Untuk itu kami menyerukan satu bendera tauhid dibakar, maka kibarkan jutaan bendera tauhid di manapun, kapan pun,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar