Sabtu, 11 Mei 2019

Gerakan Revolusi Hanya Ditujukan untuk Penjajah dan Diktator


Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar menyoroti keksiruhan politik pascapemilu 2019 yang menurutnya
semakin liar. Mulai dari gerakan People Power hingga seruan revolusi.
Ia menilai, upaya revolusi negara saat ini tidak bisa dilakukan di era Presiden Joko Widodo. Menurutnya, revolusi atau
people power itu harus 80 persen lebih rakyat yang tidak puas
“Ini nggak, ini jauh. Ini sebatas ekspresi ketidakpuasan,” katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat
(10/5/2019).
Menurut Agum ada beberapa alasan revolusi bisa dilakukan. Pertama, revolusi boleh dilakukan untuk merebut kemerdekaan dari
penjajah.
“Revolusi itu cuma bisa diarahkan kepada pertama, kaum penjajah dalam rangka merebut kemerdekaan. Itu dengan cara revolusi,
mengusir penjajah,” kata Agum di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2019).
Kemudian lanjut dia, revolusi bisa dilakukan jika ada pemimpin yang otoriter dan diktator. Agum memberikan contoh dengan
kondisi sekarang di mana mayoritas rakyat puas kepada Presiden Jokowi.
“Kedua, revolusi itu bisa dilakukan terhadap rezim yang otoriter, yang diktator. Di mana mayoritas rakyat Indonesia sangat
tidak menyukai hal ini. Revolusi bisa dilakukan,” ujarnya.
“Kita lihat sekarang ini dong. Pak Jokowi ini Presiden dengan pemerintahannya, di mata masyarakat kita, 70 persen lebih
puas dengan apa yang dikerjakan,” imbuhnya.
Selain itu, Agum melihat ada upaya lain untuk memecah-belah TNI-Polri dari suatu kelompok. Ia mencontohkan saat unjuk rasa
beberapa waktu lalu dimana unjuk rasa 212 mengumandangkan Polisi musuh kita, TNI kawan kita.
“Wah itu jelas upaya memecah belah. Di sinilah TNI-Polri jangan sampai termakan oleh upaya ini,” kata Agum. Karena itu,
Agum meminta publik tetap menaruh percaya terhadap TNI dan Polri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar