Senin, 03 Juni 2019

Like Sandi Like Min Uno Tebar Hoaks Emak-emak pun Diprovokasi

Buah memang tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Pepatah lama ini setidaknya memberikan gambaran yang sama antara Sandiaga Uno dengan ibundanya, Min R Uno.
Min Uno saat menghadiri acara doa bersama Presidium Emak-emak Republik Indonesia (PERI) untuk para korban kerusuhan 22 Mei mengatakan, saat ini nilai kemanusiaan telah diabaikan. Hal ini menurutnya, terjadi karena adanya tindakan represif.
Dalam orasinya, Min Uno bahkan menuding banyaknya korban akibat kerusuhan 22 Mei merupakan tanggung jawab pemerintah.
“Ibu-ibu sekalian apapun yang terjadi adalah tanggung jawab pemerintah, adalah tanggung jawab para penegak hukum. Betul nggak? Kami tidak punya apa-apa lagi, hanya punya Allah,” kata Min Uno di pelataran Mesjid At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019).
Min Uno juga mengatakan, saat ini nilai kemanusiaan telah diabaikan. banyak korban jatuh oleh peluru tajam.
“Seakan akan anak-anak ini tak berharga, padahal mereka adalah aset bangsa. Dimanakah nilai-nilai kemanusiaan itu, yang dipertontonkan nyata melalui tindakan tindakan brutal para penegak hukum. Allahu akbar,” ujarnya.
Sekarang publik jadi tahu darimana asal “kegilaan” Sandiaga Uno. Kalau ibunya seorang provokator, maka anaknya provokator. Kalau mau melihat bagaimana orang tuanya, maka lihatlah anaknya. Kalau anaknya provokator dan licik, kemungkinan besar orang tuanya juga provokator dan licik.
Dalam hal ini cukup jelas bahwa Min Uno mengabaikan fakta yang ada dan memilih meyakini hoaks demi memprovokasi rakyat. Ia menutup telinga terhadap keterangan kepolisian dan lebih percaya pada video perusuh, sehingga justru menjadikan fitnah terhadap Pemerintah.
Selain itu, ia menuduh kepolisian yang membunuh anak-anak tersebut, padahal berapa kali dijelaskan bahwa kepolisian tidak menggunakan peluru tajam untuk menghalau para perusuh.
Padahal Pemerintah sudah melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Kepolisian sudah melakukan tugasnya dengan baik mengamankan demonstrasi dan menindak tegas perusuh. Anehnya, kini mereka menganggap perusuh sebagai pahlawan.
Seharusnya, seorang ibu bersikap bijaksana menghadapi realitas kekalahan putranya. Lalu menasihati anaknya agar tetap kuat dan tegar menghadapi kekalahan dalam kontestasi politik. Tetapi ternyata tidak. Bukan menasihati anaknya, Min Uno justru ikut memprovokasi, memancing perpecahan di tengah masyarakat, memancing terciptanya kebencian rakyat terhadap pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar