Kamis, 22 Agustus 2019

Ricuh Papua Tidak Terkait Agama

Kericuhan yang melibatkan warga Papua di sejumlah tempat antara lain Surabaya, Monakwari, Papua, dan Papua Barat jelas bukan persoalan antarumat beragama.
Peristiwa tersebut murni kriminal berbalut rasisme.
Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (BLA) Jakarta, tidak ada relevansinya persoalan agama dalam insiden tersebut.
“Jadi, jika ada pihak yang menarik kasus di Surabaya kemarin ke persoalan hubungan antarumat beragama jelas tidak relevan,” kata Kepala BLA Jakarta, Nurudin Sulaiman, dalam seminar penelitian bertajuk Toleransi dan Kerjasama Umat Beragama di Wilayah Sumatra di Jakarta, Selasa (20/8).
Dalam konteks ricuh Papua, lanjut Nurudin mengatakan bahwa dirinya lebih melihatnya sebagai persoalan kriminal murni yaitu dugaan rasisme oknum tak bertanggung jawab.
“Artinya, kerukunan di daerah ini sebenarnya bagus. Jadi, jika sekarang ada letupan konflik itu bukan persoalan antaragama,” ujarnya.
Berdasarkan hasil survei indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2018 yang dilakukan Balitbang Kemenag, lima provinsi memiliki skor di atas rata-rata. Nusa Tenggara Timur (78,9); Sulawesi Utara (76,3); Papua Barat (76,2), Bali (75,4); dan Sulawesi Barat (74,9).
Bahkan, kata dia, jika dilihat survei lainnya yaitu indeks karakter siswa menurut provinsi, Papua Barat berkategori tinggi dengan skor 70,46. Sementara indeks gotong-royong untuk provinsi di timur Indonesia ini skornya 67,31.
Ia pun manambahkan, untuk meredam konflik di tingkatan masyarakat akar rumput, tak terkecuali letupan yang terjadi di Papua Barat, Surabaya, dan Malang, perlu ditingkatkan kerjasama atau gotong royong. 
Menurut Nurudin hal tersebut memiliki siginifikansi dengan isu kekinian. Faktanya, kerukunan umat beragama di Sumatra cenderung baik dan masih sesuai dengan hasil survei KUB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar