Selasa, 12 November 2019

Cegah Radikalisme, Kemenag Godok Buku Moderasi Beragama


JAKARTA – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengajak masyarakat untuk mencegah penyebaran paham radikal dimulai dari lingkungan keluarga hingga masyarakat sekitar. Hal itu dikatakan Mahfud dalam kunjungan kerja ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Menurut Mahfud, paham radikal sangat berpotensi merusak persatuan negara ini layaknya yang telah terjadi di beberapa negara di Timur Tengah.
“Mulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar kita, cegah masuknya paham radikal yang dapat merusak persatuan negara ini,” kata Mahfud saat melakukan kunjungan kerja di Pontianak, Ahad (27/10).
Ia menambahkan, bahaya laten paham radikal jika terus dibiarkan maka akan dengan mudah merusak persatuan dan kesatuan bangsa ini. Oleh karena itu, paham-paham radikal ini harus dicegah sedini mungkin.
“Sebagai masyarakat yang ingin Indonesia berkembang, kita harus bisa menjaga kemerdekaan yang sudah diraih dengan susah payah. Kita harus bangga dengan kemerdekaan yang sudah diraih dan menjaganya dengan 10 modal dasar yang kita miliki untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 mendatang,” tuturnya.
Mahfud mengatakan, untuk mewujudkan Indonesia Emas, Indonesia harus membangun rasa kebangsaan dan nasionalisme. Dengan demikian, Indonesia harus menanamkan kebanggaan pada diri karena kita sudah merdeka dengan hasil perjuangan bangsa sendiri.
“Jika sampai sekarang ada yang mengatakan kenapa kita sudah merdeka selama 74 tahun, namun masih banyak yang masih miskin, itu adalah pertanyaan yang mendasar dan sebelum dijawab perlu kita renungkan, sebelum kita merdeka jumlah masyarakat miskin kita 99,9 persen,” kata Mahfud.
Justru karena sudah merdeka, lanjutnya, pemerintah terus menekan angka kemiskinan tersebut. Pada akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, masyarakat miskin Indonesia berada di angka 11,8 persen.
Kemudian, pada periode pertama pemerintahan Jokowi turun menjadi 9,1 persen dengan jumlah masyarakat miskin sebanyak 25,1 juta dari total penduduk Indonesia. Jika program pemerintah terus berjalan, target penuntasan angka kemiskinan pada tahun 2045, bisa terwujud.
Ia juga menghimbau masyarakat agar mendukung berbagai kebijakan pro-rakyat dari pemerintah dan jangan banyak berkutat dalam permasalahan yang tidak jelas agar program pengentasan kemiskinan itu bisa dilakukan.
“Pemilihan presiden sudah berakhir, sudah saatnya kita kembali mengejar berbagai ketertinggalan kita. Jangan terus berkutat dengan masalah yang tidak jelas,” imbuhnya.
Sementara itu Dirjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama (Kemag), Komaruddin Amin mengatakan, saat ini program bahan ajar dan pelajaran di madrasah dan pondok pesantren sudah berjalan baik. Namun dalam upaya menjaga masuknya paham ekstrem, Kemag merevisi kurikulum pendidikan agama. Kemag tengah menggodok buku moderasi beragama untuk madrasah, pesantren hingga sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
“Kami sedang melakukan penulisan buku agama besar- besaran yang ditargetkan rampung tahun ini. Buku agama ini tentang ajaran Islam yang moderat atau moderasi beragama. Bagaimana menghargai orang lain baik yang seagama maupun tidak seagama sekalipun,” kata Komaruddin saat ditemui Suara Pembaruan di Kemag, Jakarta, belum lama ini.
Komaruddin menyebutkan, moderasi agama yang dikembangkan Kemag merupakan bagian penguatan pendidikan karakter (PPK) yang menjadi program nasional. Kemag menerjemahkan kurikulum yang fokus pada moderasi beragama. Revisi ini berorentasi pada pemahaman agama yang moderat, sehingga tidak ada lagi buku yang menggambarkan pemahaman agama intoleran.
Komaruddin menyebutkan, toleransi perlu ditanamkan sejak awal. Dengan begitu, moderasi beragama dapat menjadi instrumen perekat sosial.
Komaruddin menuturkan, selain menyiapkan buku, Kemag juga fokus melatih guru melalui pelatihan kualifikasi guru yang berkelanjutan dengan fokus pada konten-konten moderasi beragama.
Kemag mengharapkan, agar para guru yang telah dilatih dapat mengaplikasikan moderasi beragama terhadap peserta didiknya. Pasalnya, Kemag menaungi banyak sekolah keagamaan. Perinciannya, madrasah sebanyak 82.418, pondek pesantren sebanyak 250.081 lembaga, Perguruan Tinggi ada 793 terbagi atas 17 Universitas Islam Negeri (UIN), 34 Institut Agama Islam Negeri (IAIN), tujuh Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), dan sebanyak 735 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS).
Ia menambahkan, jumlah lembaga pendidikan yang terdaftar ini, harus benar-benar bebas paham radikal. Bahkan sebelumnya Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi meminta agar Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam untuk bersinergi dalam mengawal penguatan moderasi beragama di madrasah dan perguruan tinggi keagamaan Islam.
Tujuannya untuk memastikan tidak ada peserta didik atau mahasiswa yang terpapar paham ektrem atau radikal. “Lembaga pendidikan di bawah Kemag sangat banyak. Karenanya, semua pihak harus bersinergi agar tidak ada stakeholders yang terpapar paham radikal dari pusat hingga ke daerah,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar