Kamis, 06 Februari 2020

Fadjroel: Draf Omnibus Law Di Publik Sudah Terkait Klaster Kepentingan Tertentu


Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman meminta masyarakat lebih percaya draf “omnibus law” yang diserahkan pemerintah ke DPR dibanding dokumen lain yang beredar soal undang-undang tersebut.
“Kita baru bisa memperbincangkan (draf omnibus law) langsung ke publik adalah yang sudah diserahkan ke DPR, sedangkan yang sampai ke publik umumnya terkait klaster kepentingan tertentu,” kata Fadjroel di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Rabu.
Seperti diketahui sejumlah serikat buruh ditambah unsur masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menentang Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang dinilai sebagai alat pemerintah untuk mendapatkan investasi asing melalui cara-cara kolonial.
FRI menilai keseluruhan proses yang sangat tertutup, tidak demokratis, dan hanya melibatkan pengusaha. Selain itu, substansi RUU Cilaka Indonesia menyerupai watak pemerintah kolonial Hindia Belanda.
“Izinkan kami membantah tidak terjadi misalnya pengurangan pesangon, tidak terjadi pengurangan upah minimum, tidak mengurangi atau menghilangkan hak bagi pekerja yang hamil, ada hal-hal yang berkembang di masyarakat tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam ‘omnibus law’,” kata Fadjroel.
Fadjroel pun menegaskan tidak ada juga pengurangan hak pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM).
Presiden Jokowi sudah menandatangani Surat Presiden (Surpres) RUU Omnibus Law Perpajakan, sehingga masih kurang Surpres untuk Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Ibu Kota Negara.
“Masalahnya saat ini masih disinkronisasi antara undang-undang karena omnibus law ini melibatkan puluhan UU, tapi semua hal yang diperdebatkan akan tuntas dijawab Menko Perekonomian saat draf ini diserahkan ke DPR,” kata Fadjroel.
Namun Fadjroel menegaskan bahwa semua masukan masyarakat tetap ditampung.
“Masukan semua diterima, kami harap semua pihak yang terdampak dari kebijakan ini akan ikut dalam pembahasan. KSP (Kantor Staf Presiden) terus menerus berhubungan dengan buruh, Kemenko Perekonomian dan Kementerian Tenaga Kerja juga aktif berkomunikasi, kami harap saat penyerahan ke DPR akan lebih banyak lagi pihak terlibat dalam pembahasannya,” kata Fadjroel.
Terkait masih rendahnya pemahaman masyarakat mengenai omnibus law, Fadjroel mengaku pihaknya akan melakukan “engagement comunication” ke masyarakat.
“‘Engagement communication’ dicoba terus, ada 26 serikat buruh yang terus menerus dicoba untuk dikomunikasikan,” kata Fadjroel.
Omnibus law direncanakan akan merevisi 1.244 pasal dari 79 undang-undang. Omnibus law tersebut sudah dibahas dengan 31 kementerian dan lembaga serta sudah menerima masukan dari berbagai pemangku kepentingan seperti tujuh konfederasi buruh dan 28 serikat buruh lain.
Ada 11 klaster yang akan diatur dalam omnibus law tersebut yaitu klaster penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi dan kawasan industri.
Untuk memuluskan pembahasan omnibus law, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law yang beranggotakan 127 orang yang terdiri atas perwakilan dari kementerian atau lembaga terkait, pengusaha, akademisi, kepala daerah, dan tokoh masyarakat.
Presiden Jokowi dalam rapat terbatas 15 Januari 2020 lalu menargetkan agar pembahasan omnibus law di DPR dapat dilakukan hanya dalam 100 hari kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar