Rabu, 22 Juni 2022

Jokowi: Waspadai Isu Politik SARA Jelang Pemilu 2024

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Telah ditegaskan! Pada Minggu, 10/04/2022 Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat soal Pemilu dan Pilkada 2024 menyatakan bahwa, Pemilu tetap digelar tanggal 14 Februari 2024.

‘’... Dan, menjelang kontestasi politik ini biasanya suhu menghangat itu biasa tapi jangan sampai masyarakat terprovokasi oleh kepentingan-kepentingan politik yang tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, saya juga minta dilakukan edukasi, dilakukan pendidikan politik yang masif kepada masyarakat, kepada para kontestan. Jangan membuat isu-isu politik yang tidak baik, terutama isu-isu politik identitas yang mengedepankan isu politik SARA. Saya kira kita memiliki pengalaman yang tidak baik di pemilu-pemilu sebelumnya, kita harapkan ini tidak terjadi di 2024’’

Jika menilik kembali pernyataan Jokowi yang mengharapkan agar tidak terjadi isu politik identitas yang mengedepankan isu politik SARA, lantas seberapa bahayakah isu politik SARA bagi jalannya pemilu di Indonesia?

Dikutip dalam laman mediaindonesia.com Tjahjo mengatakan isu SARA dapat berdampak buruk dalam proses demokrasi di tengah masyarakat. Terlebih dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk, akan memperburuk suasana dan mengancam persatuan.

"Dampak yang dapat ditimbulkan dengan isu SARA ketika menghadapi Pemilu, yakni memecah belah masyarakat. Sebagai negara majemuk potensi munculnya radikalisme ditengah masyarakat sangat tinggi," kata Tjahjo dalam sambutannya pada Rakernas Satpol PP dan Satuan Perlindungan Masyarakat di Mercure Hotel, Ancol, Jakarta Utara, Rabu (30/1)

Tjahjo mengatakan pemerintah terus mewaspadai adanya pihak yang mencoba memecah belah persatuan dengan menggunakan isu SARA. Ia tak sungkan mengatakan penggunaan isu SARA sebagai salah satu kerawanan dalam Pemilu. Karena itu, aparat pemerintah harus mengantisipasi agar area rawan tersebut tidak menghasilkan perpecahan di tengah masyarakat. "Untuk itu Pemerintah mesti mewaspadainya agar tidak timbul gesekan di dalam masyarakat," tuturnya.

Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang beragam Suku dan Budaya adalah hal yang tidak dapat di hindari

Pada tahun 2017 lalu menjadi tahun yang kelam karena menjadi tahun kebencian. Hal itulah yang juga dikatakan oleh Arif Susanto sebagai pengamat Politik yang mngkhawatirkan hal serupa dapat terjadi pada tahun pemilu berikutnya. Bagaimana tidak perbedaan identitas telah menjadi instrumen untuk meraih kemenangan dalam politik elektoral. Masih jelas dalam ingatan isu Suku,Agama,Ras, dan Antar golongan (SARA) terbukti mampu mengubah konstelasi politik ibu kota NKRI kala itu.

Sudah seharusnya hal ini menjadi pelajaran  besar bagi kita semua tidak hanya bagi Komisi Pemilihan Umum(KPU) , Badan Pengawas Pemilu(Bawaslu), tetapi juga bagi partai politik, tokoh masyarakat,pemuka agama, dan juga masyarakat. Mengingat apa yang telah terjadi pada calon petahana yang sejak awal dirasa tak terkalahkan karena tingginya elektabilitas dan kuatnya dukungan parta-partai besar. Hingga suatu hari akibat kesalahannya sendiri yang kemudian membuatnya dipolitisasi hingga tumbang tanpa aba-aba.

Sama halnya dengan Arif Susanto, Ray Rangkuti juga mengkhawatirkan ada instrumen serupa demi menjatuhkan lawan pilkada tahun-tahun berikutnya. Bagi Ray Sara lebih baerbahay dibanding politik uang karena dampaknya yang besar.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar