Sabtu, 13 Agustus 2022

Guru Besar UI: Sudah Saatnya Indonesia Miliki KUHP Buatan Sendiri

 


JAKARTA, investor.id – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Hakristuti Hakrisnowo menegaskan sudah saatnya Indonesia memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) buatan sendiri. Karena KUHP yang sekarang ini, selain sudah berumur 100 tahun, juga merupakan peninggalan Belanda.

“Kalau kita berpikir, KUHP umurnya sudah lebih dari 100 tahun, dan itu peninggalan kolonial Belanda. Jadi sudah masanya kita punya KUHP nasional yang memang dibuat oleh orang-orang Indonesia,” kata Hakristuti Hakrisnowo, Sabtu (6/8/2022).

Hakristuti menerangkan, KUHP yang sekarang ini terdapat 628 pasal. Adapun, isinya lebih banyak pembaruan terhadap hukum pidana di Indonesia. Sehingga penerapan sanksi pidana dinilai menjadi tidak terarah pada satu pola tertentu. Hal itu dikarenakan setiap ada undang-undang, ada sanksi pidananya.

"Ini yang mau kita bereskan agar tidak terjadi bermacam-macam interpretasi, macam-macam pikiran, macam-macam sistem, jadi nanti hanya ada satu hukum pidana, itu yang penting, bukan pasal per pasal, tapi sistemnya dulu yang kita bangun. Itulah kenapa urgensi yang diperlukan sehingga mengapa RKUHP ini perlu mendapat perhatian semuanya," ujar Hakristuti Hakrisnowo.

Dijelaskannya, penyesuaian yang sedang ingin dibangun dalam Rancangan KUHP tersebut, terlihat dari jumlah pasalnya. Bila dalam KUHP produk peninggalan Belanda yang dipakai sekarang ini, dalam buku pertama berjumlah 103 pasal. Sedangkan dalam buku pertama RKUHP, jumlah pasalnya hampir 2 kali lipat, yakni menjadi 187 pasal. Jadi orang tidak bisa baca beberapa pasal per pasal, utamanya ada di buku I RKUHP. 

"Jadi di sana banyak sekali pembaruan-pembaruan yang berkaitan dengan apa itu tujuan pemidanaan, apa yang menjadi landasan untuk penjatuhan pidana, bagaimana pidana dijatuhkan, faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan oleh hakim, bagaimana hal-hal yang direkomendasikan di mana sanksi pidana penjara itu tidak perlu dijatuhkan," terang Hakristuti Hakrisnowo.

“Semua itu ada di buku pertama, itu pembaruannya. Jadi orang tidak bisa baca beberapa pasal per pasal. Utamanya ada di buku pertama KUHP, yang dulunya 103 kemudian di RKUHP ada 187 pasal. Jadi hampir 90% penambahannya,” lanjutnya lagi.

Kendati demikian, dirinya tidak mengatakan RKUHP lebih sempurna dari KUHP yang sekarang ini. Karena RKUHP masih buatan manusia, makanya masih dibuka dialog dan komunikasi dengan masyarakat. “Jadi bukan harga mati memang,” tutur Hakristuti Hakrisnowo.

Menurutnya, perbedaan antara RKUHP dengan KUHP yang sekarang hanya bisa dirasakan oleh ahli hukum. Sementara, orang awam hanya mengetahui RKUHP mengubah pasal-pasal penghinaan presiden, perzinaan, dan lain-lain.

"Orang awam tidak akan melihat apa sih perbedaannya, tapi bagi ahli hukum pasti lihat perbedaannya, bisa dibaca di 187 pasal tersebut. Intinya itu saya bilang ada tujuan pemidanaan, tujuan penjatuhan pidana, ada denda yang tidak dimasukan nominal misal denda Rp 5 juta, adanya denda kategori I, kategori VIII, itu pembaruan," papar Hakristuti Hakrisnowo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar