Selasa, 13 Februari 2024

PERISAI NTB dan Bawaslu NTB Ajak Generasi Milenial dan Gen Z Awasi Pemilu 2024

 


Dalam rangka meningkatkan pengawasan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Pertahanan Ideologi Syarikat Islam Nusa Tenggara Barat (PERISAI NTB), bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTB, mengajak puluhan Generasi Milenial dan Gen Z tuk ikut berpartisipasi dalam pengawasan Pemilu.


Kegiatan itu bertempat di salah satu Rumah Makan yang ada di kawasan Lombok Barat, pada hari Selasa, 6 Februari 2024.


"Anak-anak muda berperan strategis dalam menentukan masa depan bangsa. Kita sebagai milenial dan Gen Z harus berpartisipasi aktif. Dengan cara ikut mengawasi jalannya pemilu," ujar Ketua PERISAI NTB Parwadi dalam sambutannya.


Selain itu, Parwadi juga menghimbau kepada generasi muda agar tidak melakukan golput pada Pemilu 2024 nanti.


Adapun golput itu sendiri merupakan kepanjangan dari golongan putih. Artinya ialag, orang-orang yang golput berarti ia memilih untuk tidak memilih (tidak menggunakan hak suaranya) dalam Pemilu 2024 yang hanya tinggal beberapa hari lagi.


Pada kesempatan yang sama, para Milenial dan Gen Z tersebut melakukan sebuah deklarasi, yang di mana mereka mendeklarasikan Pemilu Damai dan Bebas Politik Uang.


Di sisi lain, Komisioner Bawaslu Bidang Pencegahan dan Komunikasi Masyarakat, yakni Hasan Basri, berkesempatan tuk menghadiri kegiatan tersebut dan memberikan sebuah materi soal pengawasan.


Hasan Basri menilai bahwa pemuda harus turut berpartisipasi dalam Pemilu kali ini. Sebab, Bawaslu mengaku secara struktural tidak mampu melakukan pengawasan seorang diri tanpa ada gerakan partisipasi aktif dari Gen Z dan masyarakat. 


"Kami secara struktural tidak mampu mengawasi sendiri tanpa adanya pemuda dan masyarakat yang ikut mengawasi," terang Hasan Basri.


Selain itu, Hasan juga memaparkan bahwa dari 3,9 juta lebih Pemilih di NTB yang akan menentukan pemimpin bangsa ini kedepan, dengan jumlah personil Pengawas Kelurahan atau Desa (PKD) dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) yang terbatas, tentu tidak akan bisa mengawasi secara maksimal Pemilu ini.


Oleh karenanya, langkah konkret yang diambil oleh Bawaslu yaitu langkah antisipatif dengan mengajak semua Tokoh Lintas Agama serta membentuk Kampung Pengawasan Pemilu, guna mengantisipasi politik uang yang sangat masif terjadi jelang pencoblosan.


"Kami sudah mengajak semua tokoh lintas agama di NTB, dan membentuk kampung pengawasan pemilu sebagai wadah pemuda memantau pemilu ini," ungkap mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tersebut.


Sementara itu, Doktor Ilmu Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, yakni Dr. Agus, M.Si, menegaskan tentang pentingnya kewaspadaan dini terhadap politik uang yang saat ini sangat mengkhawatirkan, lantaran dianggap sebagai ancaman besar dalam merubah hasil Pemilu.


Hal tersebut sangat bisa terjadi dengan menjangkiti para penyelenggara Badan Ad Hock, yang merupakan peserta Pemilu yang sangat rentan dalam memainkan perannya membuat politik uang terjadi. Kemudian didukung pula dengan orang yang tidak memiliki rasa malu lagi dalam melakukan hal yang dilarang karena, terlebih politik uang ini terkesan seperti sudah menjadi suatu budaya. 


"Saat ini banyak orang yang mengharapkan memilih itu ya harus dibayar kalau gak dibayar gak memilih mereka," Kata Dr. Agus.


Secara struktural, lanjut Agus memaparkan, peran pemerintah yang ikut dalam permainan politik praktis itu juga menjadi suatu ancaman yang sangat laten dan masif dalam mempengaruhi Pemilu. Hal ini dikarenakan polarisasi struktur pemerintah itu sampai jajaranya ke bawah sangat kuat.


"Netralitas ASN TNI-Polri itu sangat diharapkan supaya iklim pemilihan ini berjalan demokratis dan bermartabat," ucap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB tersebut. 


Tidak mau kalah, salah seorang pengamat politik dari UIN Mataram, yakni Dr. Ikhsan Hamid juga turut menyoroti soal pera partisipatif dari Milenial dan Gen Z.


Ikhsan mengatakan bahwa peran Milenial dan Gen Z ini sangat krusial dalam melakukan pengawasan Pemilu. Sebab, mereka memiliki kemampuan untuk menentukan arah Pemilu dan hasil Pemilu tahun 2024 ini. 


Hal tersebut bisa dilihat dari data yang ada di KPU, yang mencatat hampir 55% dari 3,9 juta pemilih Pemilu tahun ini merupakan dari golongan anak muda atau pemilih pemula. Dari sini bisa dihitung, bahwa ada sekitar 1,5 juta pemilih dari kalangan anak muda. 


"Peluang besar bagi peserta pemilu untuk menghadirkan informasi yang kreatif kepada mereka terkait calon presiden dan caleg-caleg yang menjadi rujukan mereka untuk memilih calonnya," kata Ikhsan Hamid.


Ikhsan juga menjelaskan bahwa politik uang bukan satu-satunya cara untuk mendulang suara, termasuk suara pemilih pemula. Karena mereka merupakan pemilih rasional yang akan mempertimbangkan keunggulan dan potensi apa yang dimiliki oleh Calon Legislatif (Caleg) serta yang paling penting program apa yang ditawarkan yang berkaitan dengan anak-anak muda.


"Saya kira pemilih pemula ini tidak selalu bicara uang karena mereka rasional menilai caleg yang akan mereka pilih," imbuhnya.


Sosialisasi dan kampanye di deti-detik akhir menggunakan media sosial atau digital menjadi langkah cerdas bagi peserta Pemilu, guna menjangkau pemilih pemula yang rata-rata mereka menguasai teknologi dan menjadi pegiat platform media sosial dengan berbagai bentuk dan fitur yang dimiliki.


Dengan begitu, langkah gerak semua elemen masyarakat dan pemuda akan mampu menghadirkan Pemilu damai tanpa adanya politik uang yang seakan menjadi rukun dalam kontestasi Pemilu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar