Senin, 10 Juni 2024

KPU Respons Dorongan Buat Aturan Penyaluran Bansos Jelang Pilkada 2024


KPU merespons dorongan sejumlah pihak terkait peraturan penyaluran bantuan sosial atau bansos jelang Pilkada 2024. Komisioner KPU, August Mellaz, menilai ada batasan lembaganya mengatur teknis penyelenggaraan pemilihan.

Hal itu disampaikan August Mellaz secara daring dalam diskusi Pilkada Damai 2024 yang diselenggarakan oleh PWI Pusat di gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

"Soal bansos itu nanti Bu Titi, Pak Suhajar itu bisa yang bisa merespons isu itu. Tapi KPU-nya mungkin itu terlalu jauh, tapi kalau konteksnya teknis penyelenggaraan, itu batasannya," kata August.

Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, salah satu pihak yang mendorong agar KPU membuat aturan penyaluran bansos dengan pelaksanaan pilkada. Titi mengatakan regulasi itu dibutuhkan agar tidak ada efek domino dari pilpres.

"Kita perlu mencegah efek domino pilpres di pilkada, saya bukan asumtif tapi mengutip dari putusan MK. Agar tidak efek domino di pilkada dibutuhkan adanya pengaturan, apakah aturan di Peraturan KPU atau dalam Permendagri bahwa distribusi bansos harus diatur yang berhimpitan dengan tahapan pilkada," kata Titi.

Titi menilai penyaluran bansos yang berdekatan dengan jadwal pilkada tidak perlu dilakukan oleh pejabat publik dengan latar belakang politik. Penyaluran bansos dinilai cukup dilakukan oleh operator distribusi.

"Tidak boleh distribusi bansos yang dilakukan oleh pejabat publik dengan latar belakang politik. Tidak boleh dilakukan simbolisasi penyerahan atau pengunaan simbol-simbol yang bisa memberi insentif elektoral, gunakan jalur prosedur yang sudah ada, sudah ada operator distributor bansos," ujarnya.

Dorongan agar KPU membuat regulasi soal penyaluran bansos juga disuarakan oleh Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu. Menurut Ninik, KPU memiliki kapasitas legal yang bisa mengantisipasi terjadinya gratifikasi seperti penyaluran bansos jelang pemungutan suara di pilkada.

"KPU punya ruang untuk menyiapkan regulasi dan mengantisipasi para calon para pemilih terbebas dari indikasi gratifikasi dan korupsi sebelum pemungutan suara, saya kira KPU punya ruang legal dalam memitigasi, memang dalam konteks pelaksanaannya lebih tepat ke Bawaslu," kata Ninik.

Sementara itu, Wakil Rektor IPDN sekaligus mantan Sekjen Kemendagri 2022-2024, Suhajar Diantoro, menegaskan UU Pilkada sudah mengatur mengenai larangan bagi pejabat, TNI-Polri serta ASN dan pegawai BUMN dalam membuat kebijakan dan keputusan yang bisa memberikan keuntungan maupun kerugian kepada calon tertentu.

"Di UU Pilkada itu di pasal 71 itu jadi pejabat, ASN, TNI, Polri, pegawai-pegawai seperti BUMN dilarang ambil keputusan, dilarang ambil tindakan yang untungkan pasangan calon. Jadi dilarang ambil keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan paslon. Clear. Jadi indikatornya di situ. Sudah ada regulasi hukumnya," sebut Suhajar.

"Jadi kalo bansos, bansos kan hak rakyat dan dirancang tiap tahun anggaran. Ada hak rakyat dapat bansos, program-program. Itu semuanya harus berjalan, tapi apabila dia untungkan salah satu, maka Bawaslu dapat ambil tindakan," tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar