Minggu, 07 Juli 2019

Reforma Agraria Yang Dikebut Jokowi Tidak Akan Mengancam Kepemilikan Lahan Prabowo


Tak berapa lama setelah diumumkan sebagai pemenang pemilu dan menjadi Presiden Terpilih [kembali] pada pilpres 2019, Presiden Jokowi kembali menggenjot program sertifikasi tanah sebagai bagian besar reforma agraria yang dijalankan pemerintahannya selama periode pertama.
Selain mengunjungi sejumlah tempat yang berkaitan dengan proyek-proyek APBN, Presiden RI Joko Widodo juga berkesempatan membagikan 2.000 sertifikat tanah kepada masyarakat Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (4/7/2019) sore.
Didampingi Gubernur Olly Dondokambey, Jokowi memuji kebijakan Pemerintah Provinsi Sulut yang membebaskan seluruh biaya administrasi pengurusan sertifikat tanah bagi masyarakat.
Lanjut Jokowi, sertifikat adalah tanda bukti sah hak atas tanah. “Zaman dulu, hanya 500.000 bidang tanah yang bisa disertifikat dalam setahun.
Artinya, perlu waktu kira-kira 160 tahun agar tanah bisa disertifikat. Siapa yang mau menunggu 160 tahun? Ayo maju sini, saya kasih sepeda gratis,” kata Jokowi berkelakar.
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama 2015-2019 menargetkan 9 juta hektare tanah obyek reforma agraria selesai diredistribusi dan dilegalisasi pada tahun ini. Tanah yang menjadi obyek reforma agraria (TORA) berasal dari kawasan hutan negara seluas 4,1 juta hektare dan dari luar kawasan hutan negara seluas 4,9 juta hektare.
Sebanyak 4,5 juta hektare dari luar kawasan hutan itu adalah legalisasi aset, termasuk 0,6 juta hektare tanah transmigrasi yang belum bersertifikat, serta 0,4 juta hektare hak guna usaha yang sudah habis masa berlakunya dan tanah telantar.
Dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, pemerintah menunjukkan komitmennya terhadap reforma agraria. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketimpangan struktur penguasaan agraria (kepemilikan tanah) sehingga menciptakan keadilan sekaligus menangani sengketa dan konflik agraria.
Dalam debat capres tanggal 17 Februari 2019, capres Prabowo Subianto menunjukkan ketidaksenangannya terhadap program Jokowi terkait pertanahan ini.
Menurut Prabowo strategi Jokowi dengan membagi-bagi sertifikat tidak tepat, walaupun kebijakan tersebut menarik dan populer.
“Mungkin bapak Jokowi dan pemerintahannya, menarik dan populer untuk dua generasi. Tetapi tanah tidak tambah dan bangsa Indonesia tambah terus,” kata Prabowo dalam debat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Minggu (17/2).
Prabowo mengatakan pertambahan penduduk Indonesia sekitar 3,5 juta jiwa setiap tahun. Dengan demikian, kebijakan bagi-bagi sertifikat itu tidak akan bisa dilakukan lagi karena hak kepemilikan tanah akan habis.
“Jadi kalau bapak bagi-bagi sertifikat bagi 12 juta, 20 juta, pada saatnya nanti tidak akan lagi yang bisa untuk kita bagi. Bagaimana nanti masa depan anak-anak cucu kita,” ujar Prabowo.
Namun Prabowo pura-pura lupa bahwa kepemilikan dan penguasaan tanahnya sendiri yang begitu besar di Sumatera dan Kalimantan. Sehingga lawan debatnya Jokowi sempat mengingatkan bahwa Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di provinsi Kalimantan Timur sebesar 220 ribu hektare dan Kabupaten Aceh Tengah, Daerah Istimewa Aceh seluas 120 ribu hektare.
Menanggapi hal ini, Prabowo mengakui soal kepemilikan lahan tersebut. Namun ia menegaskan bahwa status kepemilikan itu adalah hak guna usaha atau HGU.
“Itu milik negara, jadi setiap saat negara bisa ambil kembali,” kata Prabowo.
Namun, ketimbang dimiliki oleh orang asing, Prabowo menilai lahan tersebut lebih baik dikelolanya karena ia seorang nasionalis dan patriotik.
Kembali Prabowo berlindung terhadap narasi asing yang begitu melekat dan selalu diulang-ulang oleh dirinya maupun pendukungnya. Padahal dirinya sendiri dituding mengajak investor asing untuk menggarap tanah HGU di Kalimantan Timur dan dikonsesikan kepada perusahaan pertambangan internasional yang bermarkas di London.
Berdasarkan informasi yang dimiliki Wakil Ketua Komisi VI Inas N Zubir, perusahaan yang terdaftar di Bursa Saham London sahamnya secara mayoritas dimiliki oleh Vallar Group milik Nathan Rotschild. Kemudian pada 2015, sebuah perusahaan yang terdaftar di Virgin Island membeli 94 persen saham perusahaan tersebut.
“Dalam setiap kampanyenya, Prabowo selalu menuduh Jokowi sebagai antek asing, tapi justru tuduhan tersebut malahan menunjuk Prabowo sendiri yang sangat jelas menguasai lahan negara untuk kepentingan asing,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (22/2).
Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin ini menyampaikan, keterangan tentang lahan Prabowo di Kaltim yang dikonsensikan kepada Berau Coal tersebut diperoleh dari Andi Harun, perwakilan Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno yang mengatakan dengan tegas bahwa Prabowo menguasai tanah negara yang mengandung batu bara.
“Lalu menyerahkan tanah tersebut kepada Berau Coal (asing) untuk dieksploitasi habis-habisan,” tuturnya.
Berau Coal, kata Inas, tambang batu bara yang sahamnya pada 2010 dikuasai oleh Vallar Plc didirikan oleh Nathaniel Rotschild yang berkawan baik dengan Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo Subianto. Kemudian Vallar Plc berganti nama menjadi Bumi Plc.
“Pada tahun 2013, Bumi Plc berganti nama menjadi Asia Resource Minerals dan pada tahun yang sama juga Samin Tan masuk sebagai pemegang saham,” tandasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar