Senin, 30 Desember 2019

Mewaspadai Serangan Teror Di Awal Tahun


Peristiwa bom Thamrin yang terjadi pada 14 Januari 2016 menunjukkan bahwa serangan teror tidak hanya terjadi pada akhir tahun, namun juga di awal tahun. Pemerintah dan masyarakat diharapkan mampu bersinergi dan mewaspadai potensi serangan teror tersebut.
Peningkatan kewaspadaan terhadap momentum jelang akhir dan awal tahun masih menjadi topik utama. Pasalnya kedua waktu tersebut dinilai cukup rawan terjadi hal-hal yang tak diinginkan termasuk aksi terorisme. Mengingat, banyaknya kasus aksi terorisme yang terjadi menjelang  kedua waktu tersebut.
Pelakunya sendiripun cukup mengejutkan, yakni melibatkan anak-anak dan wanita dalam eksekusinya. Ternyata paparan paham radikal memang begitu kuat mencokot hati para jihad yang haus akan iming-iming heroisme Islam. Terlebih bagi kalangan muda yang seringkali emosinya masih berada di tingkat labil. Mudah terpengaruh oleh hal-hal berbau perjuangan, kepahlawanan serta keinginan untuk diakui eksistensinya di sebuah lingkungan.
Hal tersebut makin diperburuk terorisme untuk merekrut orang-orang semacam ini untuk dijadikan “tumbal” demi tujuan yang mereka miliki. Pelaku terorisme umumnya bergerak secara berkelompok, namun kini pergerakkan terorisme menjadi semakin canggih seiring perkembangan dunia digital yang makin melesat. Sehingga mampu membuat siapa saja mudah terkoneksi dengan komunitas-komunitas menyimpang, ekstrim dan sejenisnya.
Yang terbaru ialah istilah Lone wolf. Masih ingat bukan aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan. Pelaku diduga menjalankan aksinya seorang diri. Meski diklaim bergerak mandiri, Lone Wolf ini dinilai juga memiliki hubungan dengan jaringan-jaringan terorisme melalui dunia digital.
Temuan ini juga diperkuat oleh Aparat keamanan yang mengeluarkan sejumlah fakta menarik terkait penggunaan media sosial sebagai sarana penyebaran paham radikal, yang nantinya dapat berujung aksi terorisme. Sebut saja salah satu media sosial bernama Telegram. Melalui sistem ini, para pelaku terorisme menjejali para pengikut dengan propaganda-propaganda palsu dan menyimpang dari ajaran sebenarnya.
Lengkap dengan aneka video yang mampu membakar semangat para pengikut kelompok garis keras ini. Termasuk beredarnya tutorial pembuatan senjata hingga bom rakitan. Yang mana alatnya dari bahan-bahan sederhana. Berapa barang yang kerap ditemukan pasca terjadinya ledakan bom ialah, baterai 9 volt, pelat besi metal, kemudian ada paku yang berjumlah cukup banyak dengan berbagai ukuran. Kemudian ada irisan kabel dan tombol switch on/off.
Barang-barang ini sangat mudah ditemukan disekitar kita, sehingga kewaspadaan sekecil apapun terhadap potensi aksi terorisme harus diwaspadai. Untuk lingkungan masyarakat bisa dengan aktif bersosialisasi dengan warga lain, dengan begitu kita dapat menilai mana sajakah orang-orang yang rawan akan menjadi pelaku terorisme ini. Kalau sudah begitu kita bisa langsung lapor kepada aparat keamanan apabila terjadi hal yang mencurigakan. Bukankah sedia payung sebelum hujan akan lebih lebih baik?
Sejalan dengan berbagai fakta diatas, Pengamat intelijen Ridlwan Habib juga mengingatkan kewaspadaan soal teror. Ia menyarankan agar seluruh pihak tidak hanya waspada terhadap teror yang kemungkinan terjadi pada akhir tahun saja, namun juga di awal tahun. Ia disebut-sebut memperpanjang kewaspadaan tersebut karena berkaca pada kejadian bom Thamrin pada bulan Januari 2016.
Ketika itu, kewaspadaan tingkat tinggi dilakukan pada akhir tahun 2015, yaitu pada momen menjelang perayaan Natal hingga Tahun Baru 2016. Namun, yang terjadi malah serangan dilakukan di bom Thamrin Sarinah pada tanggal 11 Januari 2016, artinya itu terjadi setelah kewaspadaan mengalami penurunan.
Dia berpesan agar jangan sampai kewaspadaannya terfokus pada beberapa hari di tanggal 25, 31 Desember, dan 1 Januari saja. Ia mendasarkan hal tersebut karena pola yang dipakai pelaku teror kian waktu terus berubah dan mengalami perkembangan.
Meski diprediksi berkurang, untuk akhir 2019 sampai Januari 2020 ini, menurut Ridlwan, cukup berpotensi terjadi serangan teror. Karena mereka menunjukkan konsistensi dan eksistensi. Bahwa mereka tetap ada di Indonesia guna menunjukkan itu kepada pimpinan mereka (ISIS) Abu Ibrahim Al Hashimi, yang menjadi amir khilafah di Suriah. Untuk metode yang diadopsi ialah serupa dengan peristiwa penusukan mantan Mnekopolhukam Wiranto beberapa waktu lalu. Sehingga haru terus tetap mengencangkan kewaspadaan jelang awal tahun juga, sebagai antisipasi akan hal-hal yang tak diinginkan.
Peningkatan kewaspadaan jelang awal tahun memang seringkali diabaikan. Apalagi jika telah hanyut dalam suasana pergantian tahun. Namun, justru hal inilah yang dimanfaatkan oleh para oknum-oknum tak bertanggung jawab. Sehingga untuk serangan teroris, Wajib terus diwaspadai!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar