Senin, 31 Agustus 2020

Deklarasi Kami Perkeruh Situasi Politik


KAMI yang merupakan kumpulan tokoh sepuh seperti Din Syamsudin dan Rocky Gerung melakukan deklarasi 18 Agustus lalu. Mereka beralasan bahwa KAMI dibentuk untuk menyelamatkan Indonesia, tapi sudah jelas ada motif politik di baliknya. Para tokoh senior mencoba cari panggung demi menaikkan popularitas di mata masyarakat.
Saat deklarasi KAMI, sekitar 200 orang berkumpul untuk mendengarkan maklumat dan 8 tuntutan terhadap pemerintah. Menurut mereka, Indonesia dalam kondsi kritis, sehingga perlu diselamatkan. Peran MPR sebagai pengawas pemerintah juga kurang. Maka KAMI menuntut agar pemerintah lebih memperhatikan nasib rakyat Indonesia yang (menurut mereka) tersakiti.
Aksi para tokoh KAMI ini sangat disayangkan karena sarat aroma politis. Apakah ada gunanya mengadakan deklarasi? Meskipun mengelak bahwa KAMI tidak punya tujuan politis, namun modus menaikkan elektabilitas sudah tercium. Butuh 4 tahun menuju pemilihan presiden selanjutnya dan mereka ingin lebih populer dengan cara membuat deklarasi besa-besaran.
Modus untuk mencari perhatian publik malah membuat mereka ditertawakan. Karena masyarakat merasa KAMI hanya seperti anak-anak yang haus perhatian. Juga mengeluarkan maklumat tanpa melihat fakta yang ada di lapangan. Mereka lupa bahwa masyarakat sudah melek politik dan tahu bahwa deklarasi ini hanya aksi agar mereka diberitakan oleh wartawan.
Karyono Wibowo, seorang pengamat politik, menyatakan bahwa KAMI hanya memperlihatkan tokoh nasional dan gerakannya terlalu elit. Serta belum membumi dan mengakar. Dalam artian gerakan ini bisa menguap sia-sia karena tokoh KAMI hanya bisa bercuap dan memperlihatkan sisa popularitasnya, tanpa ada usaha menyelamatkan Indonesia.
Dalam salah satu tuntutan KAMI, mereka menuntut MPR dan lembaga negara lagi untuk melaksanakan fungsi dan kewenangannya untuk menyelamatkan rakyat Indonesia. Tuntutan ini sangat kontras dengan kinerja MPR. Selama ini para anggota MPR sudah melakukan tugasnya dengan cukup baik dan mau mendengarkan masukan dari masyarakat.
Buat apa menuntut MPR untuk menyelamatkan rakyat? Apakah mereka mendesak MPR dibubarkan? Jika dilihat dari tuntutan ini sudah jelas ada muatan politis dan butir tuntutan ini menjelaskan kebencian terhadap MPR dan lembaga negara lain. KAMI bisa menghasut masyarakat untuk ikut membenci MPR dan sangat berbahaya karena memecah persatuan Indonesia.
Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menyatakan tuntutan KAMI mengawang dan abstrak. Mereka tak punya kekuatan untuk menagih 8 tuntutan itu. Apa status mereka sehingga menuntut ini itu? Tuntutan yang bermacam-macam malah memperlihatkan kebencian terhadap pemerintah, karena mereka kecewa saat jagoannya kalah di pilpres 2019.
Memang mereka dulu pernah jadi pejabat. Namun sebagai tokoh masyarakat yang pernah dihormati publik, hendaknya pakai cara santun. Jika ingin beri masukan ke MPR misalnya, bisa dengan bincang-bincang secara personal, ke salah satu anggota. Jangan malah membuat deklarasi yang tidak jelas karena hanya berkoar tanpa ada fakta yang menguatkan.
Masyarakat justru menganggap KAMI sebagai pahlawan kesiangan yang hanya bisa menjual pepesan kosong tanpa memberi bukti nyata. Deklarasi yang mengundang banyak mantan pejabat dan anak pejabat sangat tercium aroma politisnya. Barisan sakit hati bersatu dan ingin membuat kumpulan untuk bersama-sama mencari perhatian masyarakat.
Setelah ada deklarasi lalu apa lagi? Mau demo? Tingkah para anggota KAMI sangat memusingkan karena hanya bisa mencari kesalahan pemerintah. Namun mereka lupa bahwa negara ini sudah sangat maju ketika dipimpin oleh Presiden Jokowi. Pembangunan ada dari ujung barat sampai timur Indonesia.
Aksi KAMI sangat memalukan karena sarat akan muatan politis. Sudah terbaca modus mereka untuk pura-pura ingin menyelamatkan Indonesia dan mencari perhatian demi pilpres 2024. Merek hanya bisa menuntut pemerintah, pdahal tidak pernah membantu dan terjun langsung ke masyarakat.
Oleh: Siti Zubaidah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar